PEMIKIRAN
POLITIK ISLAM
ISLAM
DAN LIBERALISME
Dosen : INDRA FAUZAN S.HI, M.Soc.Sc
Disusun
Oleh:
Nama
Kelompok :
Muhammad
Rasyid Ridho 130906012
Abriani
Siahaan 130906013
Arfendi 130906016
Dedy
Syahputra 130906017
Suci
Fajar 130906018
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sumatera Utara
Tahun Ajaran 2013/2014
KATA
PENGANTAR
Puji dan syukur atas
kehadiran allah SWT yang mana pada hari ini kita masih diberikan ke nikmatannya
untuk dapat menyelesaikan tugas PEMIKIRAN POLITIK ISLAM dengan tema ISLAM DAN LIBERALISME tepat
waktu. Shalawat besertakan salam tidak jemuh-jemuhnya kita sampaikan kepada
seorang pemimpin yang terpimpin, seorang tokoh yang tak pernah menokoh, bahkan
bukan seorang Profesor dan bukan seorang doctor, tapi yang sering menggunakan
unta yang berekor yaitu baginda Rasulullah Muhammad SAW.
Sebagai agama yang
diturunkan oleh Allah SWT yang bersifat syawil
‘menyeluruh’, kamil ‘sempurna’
dan mutakalim ‘menyempurnakan’ tidak
ada satu pun sisi kehidupan manusia yang tidak diatur dalam Islam, termasuk
dalam masalah politik seperti ilmu kalam, tarikh, filsafat dan sastra.
Selanjutnya, disadari
sepenuhnya bahwa makalah ini masih
terdapat kesalahan atau ke hilafan dalam
penulisan maupun penyusunan. Oleh karena itu kritik dan saran dari berbagai
pihak sangat dihargai, guna untuk
menyempurnakan makalah ini.
Akhirnya saya berharap
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi saya sendiri yang menulis atau menyusunnya maupun yang
membacanya, Amin ya Rabbal Alamin.
Medan, 17 November 2014
DAFTAR
ISI
Kata Pengantar ………………………………………. i
Daftar isi …………………………………………….. ii
Bab I
Pendahuluan
………………………………………………………...... 1
A. Latar
Belakang ………………………………............................. 1
B. Rumusan
Masalah ……………………………………………… 2
Bab II
Pembahasan …………………………………………………………… 3
A. Islam
Liberal …………………………......................................... 3
B.
Bagaimana paham Islam Liberal bisa
meluas ke tanah air……… 4
C. Tokoh-tokoh
Jaringan Islam Liberal ……………………………. 7
D. Pemikiran
Jaringan Liberal……………………………………… 8
E. Perbandingan
Antara Islam dan Liberal………………………… 11
Bab III
Penutup
……………………………………………………………….. 12
A. Kesimpulan
……………………………………………………... 12
B. Saran
……………………………………………………………. 13
C. Daftar
Pustaka…………………………………………………… 14
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam kehidupan beragama banyak sekali pemikiran yang
dikembangkan oleh para cendikiawan, termasuk di dalamnya agama islam. Dilihat
dari kenyataan historis, wacana pemikiran islam selalu berkembang dari waktu ke
waktu, sejak zaman Rasulullah saw. Sampai sekarang. Kehidupan beragama tidak
terlepas dari kehidupan sosial dimana agama itu berkembang, dimana diperlukan
berbagai pemikiran agar dapat mengaktualisasikan nilai-nilai keislaman.
Indonesia sebagai negara yang sebagian besar penduduknya
adalah umat islam tidak lepas dari perkembangan pemikiran dari awal mula
tersebarnya islam di bumi pertiwi sampai indonesia merdeka. Awal mula islam
berkembang di indonesia berlawanan dengan kepercayaan masyarakaat, sehingga
diperlukan strategi untuk menyebarkan islam di bumi indonesia. Salah satunya
adalah menggabungkan kebudayaan dan nilai-nilai substansi keislaman. Strategi
ini dapat diterima oleh masyarakat indonesia, mereka sedikit demi sedikit
meniggalkan agama nenek moyang beralih ke agama yang rahmatal lil’alamin
(islam). Pada sekarang ini, disaat indonesia telah merdeka dan kondisi
masyarakat telah berkembang pesat seiring dengan perkembangan teknologi,
tentunya banyak permasalahan yang baru yang muncul di permukaan yang belum ada
penjelasan yang jelas pada masa nabi saw. dengan keadaan yang semacam itu
menuntut para intelektual muslim untuk mengembangkan pemikiran-pemikiran islam.
Perjalanan pemikiran Islam itu juga dipengaruhi oleh naik
turunnya kekuasaan pada abad ke-15. Pada abad itu terjadi kemerosotan pemikiran
Islam serta ditandai oleh kejumudan berpikir, sehingga kekuasaan para penjajah
menjadi kuat di hampir semua negara Islam yang terjajah. Di samping itu, para
penjajah ini juga membawa konsepsi pemikiran yang sengaja dikembangkan untuk
menyingkirkan atau paling tidak mendistorsi pemikiran Islam. Karena itu,
terjadi penurunan pemikiran di antara umat Islam sendiri. Ada yang ingin
mempertahankan nilai-nilai Islam dalam kehidupan mereka. Kelompok ini disebut
oleh para orientalis sebagai kelompok konservatif. Sedangkan anti tesa dari
kelompok ini adalah kelompok yang menginginkan perubahan dalam pemikiran Islam
sehingga ditarik sedemikian rupa agar sesuai dengan pemikiran modern yang nota
bene adalah model Barat. Kelompok kedua inilah disebut dengan kelompok yang
berpandangan liberal (Islam Liberal).
Islam liberal merupakan salah satu gerakan yang muncul di
masa modern sekarang ini, dimana perkembangan masalah-masalah yang diberbagai
bidang menerpa umat islam. Perkembangan pemikiran islam di Indonesia tidak
terlepas dari perkembangan pemikiran islam di daerah negara lain. Gerakan Islam
liberal, sebagaimana ditulis oleh tokohnya bertujuan untuk membebaskan
(liberating) umat Islam dari belenggu keterbelakangan dan kejumudan.
Islam dan liberal adalah dua istilah yang atagonis, saling
berhadap-hadapan tidak mungkin Islam bias bertemu, namun demikian ada
sekelompok orang di Indonesia yang rela menamakan dirinya dengan jaringan Islam
Liberal (JIL). Suatu penamaan yang: pas dengan orang-orangnya atu
pikiran-pikiran dan agendanya. Islam adalah pengakuan bahwa apa yang mereka
suarakan adalah haq, tetapi pada hakekatnya suara mereka itu batil karena
liberal tidak sesuai dengan Islam.Jaringan islam liberal berdiri di Indonesia
tidak dapat dilepaskan dari gerakan-gerakan keagamaan yang ada pada masa
kekuasaan orde baru, ketika umat islam merasa ditekan dan dipinggirkan oleh
pemerintahan pada masa itu.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah
Islam Liberal itu?
2. Bagaiaman
paham Islam Liberal bisa meluas ke tanah air?
3. Tokoh-
tokoh jaringan Islam Liberal?
4. Pemikiran
jaringan Islam Liberal?
5. Perbandingan
antara Islam dan Liberalisme?
BAB
II
PEMBAHASAAN
A. Islam Liberal
Islam adalah
Agama (Ad Din) yang diturunkan oleh Allah swt, sang Pencipta, kepada utusan terakhirNya
Muhammad SAW melalui malaikat Jibril. Agama ini berisikan seluruh ajaran dan
panduan hidup manusia di dunia. Panduan ini bersifat lengkap untuk
kesejahteraan seluruh manusia. Panduan bagaimana manusia berhubungan dengan
Penciptanya, yaitu Allah swt. Panduan, bagaimana manusia harus berhubungan
dengan manusia lainnya, serta panduan bagaimana manusia berhubungan dengan
dirinya sendiri.
Seluruh
panduan dalam Islam berasal dari Allah swt, yang mutlak kebenarannya. Berisi
perintah dan anjuran, begitu pula larangan dan cegahan, serta pilihan yang
diserahkan kepada manusia untuk bebas memilihnya.
Secara garis
besar, Islam berisikan tentang Aqidah dan Syariat. Aqidah merupakan panduan
berupa keyakinan-keyakinan yang harus diimani oleh manusia. Sedangkan Syariat
adalah panduan hukum yang berkenaan dengan perbuatan manusia.
Islam tidak melarang manusia untuk
berfikir dan mengembangkan potensi dirinya, tetapi bukan untuk memikirkan
hal-hal yang benar-benar telah pasti kebenarannya (kalam Allah) serta mengubah
syariat di dalamnya untuk disesuaikan dengan kebebasan akal yang lemah. Hingga
mungkin segelintir orang yang menamakn dengan Islam Liberal, banyak yang
terpelosok dan beranggapan bahwa “Semua agama adalah sama, karena sama-sama
menyembah pada Zat Yang Maha Satu, yaitu Tuhan”. Juga ada banyak
pandangan-pandangan lain yang bertentangan dengan akidah Islam yang haq.
Sedangkan liberalisme ialah falsafah
yang meletakkan kebebasan individu sebagai nilai politik tertinggi. Seseorang
yang menerima faham liberalisme dipanggil seorang liberal. Walau bagaimanapun,
maksud perkataan liberal mungkin berubah mengikuti konteks sesuai negara
tertentu.Perkataan liberal berasal dari pada perkataan Latin liber yang
bermaksud bebas atau bukan hamba. sedang dalam kamus "oxford Basic english
Dictionary" liberal:a person who is liberal lets other people do and think
what they want (seseorang yang liberal memberi kebebasan kepada orang lain
untuk berbuat dan berfikir sesuai dengan keinginan mereka).
Syaikh
Sulaiman al-Khirasyi menyebutkan, liberalisme adalah
madzhab pemikiran yang memperhatikan kebebasan individu. Madzhab ini memandang,
wajibnya menghormati kemerdekaan individu, serta berkeyakinan bahwa tugas pokok
pemerintah ialah menjaga dan melindungi kebebasan rakyat, seperti kebebasan
berfikir, kebebasan menyampaikan pendapat, kebebasan kepemilikan pribadi,
kebebasan individu, dan sejenisnya.
Tujuan di Dirikannya :
suatu keniscayaan bahwa didirikanya suatu kelompok pasti memiliki misi dan tujuan yang ingin di capai oleh suatu kelompok tersebut. Begitu juga Kelompok/ Jaringan Islam Liberal, yang mempunya pemahan kebebasan tanpa batas mempunyai tujuan dan misi –misi tertentu dibalik kebebasan tanpa batas yang mereka anut tersebut.
Dan kalau kita lihat dalam tulisan- tulisan mereka akan kita temukan diantara misi dan tujuan mereka adalah seperti berikut ini:
Salah satu tujuan utama Islam Liberal adalah menyebarkan gagasan Islam Liberal seluas-luasnya kepada masyarakat. Untuk itu mereka memilih bentuk jaringan, bukan organisasi kemasyarakatan, maupun partai politik. JIL adalah wadah yang longgar untuk siapapun yang memiliki aspirasi dan kepedulian terhadap gagasan Islam Liberal. Dan di antara misi- misinya:
suatu keniscayaan bahwa didirikanya suatu kelompok pasti memiliki misi dan tujuan yang ingin di capai oleh suatu kelompok tersebut. Begitu juga Kelompok/ Jaringan Islam Liberal, yang mempunya pemahan kebebasan tanpa batas mempunyai tujuan dan misi –misi tertentu dibalik kebebasan tanpa batas yang mereka anut tersebut.
Dan kalau kita lihat dalam tulisan- tulisan mereka akan kita temukan diantara misi dan tujuan mereka adalah seperti berikut ini:
Salah satu tujuan utama Islam Liberal adalah menyebarkan gagasan Islam Liberal seluas-luasnya kepada masyarakat. Untuk itu mereka memilih bentuk jaringan, bukan organisasi kemasyarakatan, maupun partai politik. JIL adalah wadah yang longgar untuk siapapun yang memiliki aspirasi dan kepedulian terhadap gagasan Islam Liberal. Dan di antara misi- misinya:
·
Pertama,
mengembangkan penafsiran Islam yang liberal sesuai dengan prinsip-prinsip yang
mereka anut, serta menyebarkannya kepada seluas mungkin khalayak.
·
Kedua,
mengusahakan terbukanya ruang dialog yang bebas dari tekanan prinsip mereka.
mereka meyakini, terbukanya ruang dialog akan memekarkan pemikiran dan gerakan
Islam yang sehat.
·
Ketiga,
mengupayakan terciptanya struktur sosial dan politik yang adil dan manusiawi.
B. Bagaimana paham Islam Liberal bisa
meluas ke tanah air
KH. Ahmad Dahlan dengan Muhammadiyahnya, pembaharuan Islam dimulai. Gagasan
pembaharuan Kyai Dahlan sendiri merupakan pengaruh dari tokoh-tokoh Mesir.
Ketika pendiri Muhammadiyah itu melakukan perjalanan ke Mekah untuk belajar di
sana, di tengah perjalanan ia membaca karya ‘Abduh dan Ridla, Tafsir al-Manar. Sepulangnya dari
menimba ilmu itu, rupanya Tafsir al-Manar telah menginspirasi KH. Ahmad Dahlan
untuk melakukan pembaharuan Islam di Indonesia. Selain karena pengaruh Mesir,
penetrasi misi Katholik-Protestan dari penjajah (Spanyol, Portugis, dan
Belanda) dan parktik takhayul, khurafat serta bid’ah di masyarakat Indonesia
telah membuat KH. Ahmad Dahlan prihatin sekaligus protes keras. Faktor-faktor
inilah yang mendorong pembaharuan Islam oleh Kyai. Dahlan bersama
Muhammadiyahnya.
Kendati
begitu, dalam pandangan Harun, pembaharuan yang disuarakan Muhammadiyah
bukanlah pembaharuan yang prinsipil dan menyangkut hal-hal dasar (ushul), tapi
pada masalah cabang (furu’). Misalnya, soal ru’yah al-Hilal, patung, gambar,
musik, kenduri, tahlilan, dan lain-lainnya. Pembaharuan demikian berbeda dengan
yang terjadi di Mesir dan Turki. Sebagai orang yang
pernah belajar di Mesir dan di Barat, justru Harun sendirilah yang dikenal
sebagai lokomotif liberalisme di Indonesia melalui lembaga pendidikan tinggi.
Setelah pulang dari Mesir, ia kemudian bekerja di Institut Agama Islam Negeri
(IAIN), sekitar 1969. Ketika pemerintah, dalam hal ini Menteri Agama (Menag)
A.Mukti ‘Ali menunjuk dia sebagai Rektor IAIN Syarif Hidayatullah, program
liberalisasi pemikiran Islam segera ditabuh dan digulirkan. (Adian Husaini,
Hegemoni Kristen-Barat dalam Studi Islam di Perguruan Tinggi, 2006)
Untuk merealisasikan liberalisme, Harun mempromosikan dan mensosialisasikan
paham Mu’tazilah. IAIN Jakarta di bawah komandonya mewajibakan para mahasiswa
membaca buku-buku karyanya, antara lain, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya,
Teologi Islam, Filsafat Agama.
Belasan tahun kemudian, bukunya yang berjudul Islam Rasional juga menjadi
bacaan dan referensi ”wajib” di kalangan dosen dan mahasiswa IAIN. Kewajiban
memakai buku-buku karya Harun itu berlangsung sampai kini di semua jurusan atau
program studi, kendati nama IAIN sudah menjadi Universitas Islam Negeri (UIN).
Maka di tangan Harun-lah UIN/IAIN/STAIN berhasil di-Mu’tazilah-kan.
Tentunya keberhasilan Harun menggeser dan mengubah model pemikiran di
lingkungan IAIN ketika itu tak lepas dari dukungan politik dari pemerintah Orde
Baru.
Harun memang dikenal
gigih dan serius berkiprah di pendidikan tinggi. Ia punya dedikasi tinggi untuk
mengawal dan membesarkan IAIN sebagaimana yang ia harapkan seperti lahirnya
para pemikir liberal sekular di Mesir.
Menurut mantan muridnya
di program Pascasarjana IAIN, Dr. Ahmad Dardiri, Harun sangat perhatian dengan
mahasiswanya dalam berbagai hal. “Bimbingan tesis ataupun disertasi betul-betul
ia tangani dengan serius. Pak Harun betul-betul serius untuk berkiprah di dunia
pendidikan. Ini berbeda dengan Cak Nur yang kadang kurang serius dengan
bimbingan tesis atau disertasi mahasiswa. Waktunya tersita dengan kegiatan di
luar IAIN, ” ujarnya.
Setelah berjalan selama hampir 40 tahun, usaha Harun menemukan hasilnya.
Hampir seluruh UIN/ IAIN/ STAIN di seluruh Indonesia kini telah menjadi gerbong
terbesar proyek liberalisasi pendidikan dan studi Islam. Bila di masa Harun,
liberalisasi lebih ditekankan pada studi teologi/ilmu Kalam, maka saat ini
fokusnya adalah pada studi Al-Qur’an.
Hal ini dianggap strategis karena studi Al-Qur’an merupakan mata kuliah
umum wajib yang harus diambil seluruh mahasiswa. Tentunya juga, liberalisasi
Islam akan mudah berjalan dan kena sasaran bila leberalisasi Studi Al-Qur’an
diperkuat dan dikurikulumkan.
Proyek liberalisasi Studi Al-Qur’an ini semakin gencar dan serius dengan
dimasukanya mata kuliah Hermeneutika dan Semiotika di Program Studi Tafsir
Hadis Fakultas Ushuluddin dan Filsafat. Demikian pula mata kuliah Kajian
Orientalis terhadap Al-Qur’an dan Hadits.
Referensi dan sumber
dua mata kuliah ini adalah para pengibar liberalisme Studi Al-Qur’an, baik dari
kalangan Muslim maupun Kristen. Misalnya, Muhammad Arkoun, Norman Calder, Farid
Essack, Hans G. Gadamer, dan lain-lain. Tujuan pengajaran mata kuliah Hermeneutika
dan Semiotika adalah “Mahasiswa dapat menjelaskan dan menerapkan ilmu
Hermeneutika dan Semiotika terhadap kajian al-Qur’an dan Hadis.” Sedangkan
untuk Kajian Orientalis bertujuan, ” Mahasiswa dapat menjelaskan dan menerapkan
kajian orientalis terhadap al-Qur’an dan Hadits.”
Atas pengajaran mata
kuliah Hermeneutika ini, entah karena tak paham tentang bahaya penerapan
hermeneutika dalam studi Al-Qur’an atau karena alasan lain, seorang dosen ilmu
Hadis di Prodi Tafsir Hadis UIN Jakarta juga mengaku tak ada persoalan dengan
hal itu. “Tidak apa-apa. Itu bagus-bagus saja, ” katanya.
Pengajaran Studi Al-Qur’an dengan metode Barat itu, kini telah melahirkan
banyak mahasiswa/i dan sarjana UIN/IAIN/STAIN yang meragukan, menghujat, bahkan
melecehkan Al-Qur’an. Laporan majalah pekanan GATRA edisi 7 Juni 2006,
menyebutkan, seorang dosen IAIN Surabaya di depan para mahasiswanya membuat
adegan menginjak-injak lafaz Allah dengan kakinya tanpa merasa berdosa. Ini
adalah sebuah tindakan yang tak beradab dan tak terpuji. Padahal dia adalah
pengampu mata kuliah Sejarah Peradaban Islam.
C. Tokoh- tokoh jaringan Islam Liberal
Para tokoh pembela panji-panji liberal bukan
hanya menentang fatwa MUI tentang haramnya paham liberal dan pluralisme agama.
namun, tak jarang mereka juga “mengobrak abrik” umat dengan berbagai
statementnya yang menabrak nash-nash sharih dan Al Qur’an, Sunnah Shahihah, dan
Ijma Ulama. Tentu, ini sangat menyakiti hati setiap insan beriman
yang mencintai agamanya.
Ibarat berada
dalam satu sekolah yang sama, tidak mungkin semua siswanya mempunyai tingkat
kecerdasan yang sama atau memiliki kesamaan dalam segala hal. Mereka juga
tidak mungkin berada dalam di satu kelas yang sama. Begitulah dengan
liberalisme ini. Mereka pun berbeda-beda tingkatannya, beda usianya, beda
masanya, dan berbeda semangatnya. Meski tentu saja ada kesamaannya, sama-sama
liberal. Diantara mereka ada yanag memang tergabung dalam Jaringan Islam
Liberal (JIL) yang dimotori Ulii Absar Abdallah. Dan ada yang di luar JIL: ada
yang di NU, di Muhammadiyah, di Kampus, di luar Kampus, di Jawa, di luar
Jawa, dan sebagainya. Adapun menurut
klasifikasi Budi Hadrianto ada 50 Tokoh Islam Liberal di Indonesia, diantaranya
sebagi berikut :
Para pelopor : Abdul Mukti Ali, Abdurrahmana Wahid,
Ahmad Wahib, Djohan Effendi, Harun Nasution, M. Dawam Raharjo, Munawir
Sjadzali, Nurchalis Madjid,
Para Senior : Abdul Munir Mulkhan, Ahmad Syafi’i
Ma’arif, Alwi Abdurrahman Shihab, Azyumardi Azra, Goenawan Mohammad, Jalaludin
Rahmat, Kautsar Azhari Noer, Komarudin Hidayat, M. Amin Abdullah, M. Syafi’i
Anwar, Masdar Farid Mas’udi, Moeslim Abdurrahman, Nasarudin Umar, Said Aqiel
Siradj, Zainul Kamal.
Para Perintis : Abd A’la, Abdul Moqsith
Ghazali, Ahmad Fuad Fanani, Ahmad Gauss AF, Ahmad Sahal, Bahtiar Effendy, Budhy
Munawar Rahman, Denny J.A, Fathimah Usman, Hamid Basyaib, Husain Muhammad,
Ihsan Ali Fauzi, M. Jadul Maula, M. Luthfi Asy-Syaukani, Muhammad Ali, Mun’im
A. Sirry, Nong Darol Mahmada, Rizal Malarangerng, Saiful Mujani, Siti
Musdah Mulia, Sukidi, Sumanto Al Qurthuby, Syamsu Rizal Panggabean, Taufik
Adnan Amal, Ulil Absar Abdalla, Zuhairi Misrawi, Zuly Qodir.
D. Pemikiran jaringan Islam Liberal
·
Asas Pertama Kebebasan : ialah setiap individu bebas melakukan
perbuatan. Negara tak memiliki hak mengatur. Perbuatan itu hanya dibatasi oleh
undang-undang yang dibuat sendiri, dan tidak terikat dengan aturan agama.
Dengan demikian, liberalisme merupakan sisi lain dari sekulerisme, yaitu
memisahkan dari agama dan membolehkan lepas dari ketentuan agama. Sehingga asas
ini memberikan kebebasan kepada manusia untuk berbuat, berkata, berkeyakinan,
dan berhukum sesukanya tanpa dibatasi oleh syari’at Allah. Manusia menjadi
tuhan untuk dirinya dan penyembah hawa nafsunya. Manusia terbebas dari hukum,
dan tidak diperintahkan mengikuti ajaran Ilahi. Padahal Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman:
Katakanlah: “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)”. [al-An’âm/6:162-163]
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
ثُمَّ جَعَلْنَاكَ عَلَىٰ شَرِيعَةٍ مِّنَ الْأَمْرِ فَاتَّبِعْهَا وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَ الَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ
Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan agama itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui. [al-Jâtsiyah/45:18].[4]
Katakanlah: “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)”. [al-An’âm/6:162-163]
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
ثُمَّ جَعَلْنَاكَ عَلَىٰ شَرِيعَةٍ مِّنَ الْأَمْرِ فَاتَّبِعْهَا وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَ الَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ
Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan agama itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui. [al-Jâtsiyah/45:18].[4]
·
Asas Kedua, Individualisme (al-fardiyah)
: Dalam hal ini meliputi dua pengertian.
Pertama, dalam pengertian ananiyah (keakuan) dan cinta diri sendiri. Pengertian inilah yang menguasai pemikiran masyarakat Eropa sejak masa kebangkitannya hingga abad ke-20 Masehi. Kedua, dalam pengertian kemerdekaan pribadi. Ini merupakan pemahaman baru dalam agama Liberal yang dikenal dengan pragmatisme.
Pertama, dalam pengertian ananiyah (keakuan) dan cinta diri sendiri. Pengertian inilah yang menguasai pemikiran masyarakat Eropa sejak masa kebangkitannya hingga abad ke-20 Masehi. Kedua, dalam pengertian kemerdekaan pribadi. Ini merupakan pemahaman baru dalam agama Liberal yang dikenal dengan pragmatisme.
·
Asas ketiga, yaitu rasionalisme
(aqlaniyyun, mendewakan akal). Dalam artian akal bebas dalam mengetahui dan
mencapai kemaslahatan dan kemanfaatan tanpa butuh kepada kekuatan diluarnya.
AL-QUR’AN ADALAH TEKS
Menurut Kaum Liberal bahwa
Al-Qur’an adalah dokumen tertulis (manuskrip) yang diwariskan Muhammad kepada
umatnya, sehingga Al-Qur’an hanya merupakan “Teks” yang bisa dan harus diteliti
otentisitasnya melalui penerapan metode-metode Fisologi. Bagi umat Islam,
Al-Qur’an pada mulanya bukanlah “Teks” atau “Tulisan” tetapi merupakan “Bacaan”
yang dihafal dan diwariskan dari generasi ke generasi secara mutawatir. Proses
pewahyuan, penyampaian, pengajaran dan periwayatan Al-Qur’an pada mulanya
melalui lisan dan hafalan, bukan tulisan. Sedang penulisan Al-Qur’an hanya
sebagai penunjang, itu pun pada mulanya “Tulisan” Al-Qur’an hanya bersandar
kepada “Hafalan Bacaan”, bukan sebaliknya.
Otentisitas Al-Qur’an sebagai
wahyu Allah SWT tidak diragukan sedikit pun. Walau pun penghimpunan penulisan
Al-Qur’an secara utuh baru dilakukan di zaman Sayyidina Abu Bakar Ash-Shiddiq
RA, lalu disempurnakan zaman Sayyidina Utsman ibnu ‘Affan RA, kemudian makin disempurnakan
di zaman-zaman berikutnya hinga di era penerbitan dan percetakan laser sekarang
ini, tapi tenggang waktu antara awal penurunan wahyu kepada Rasulullah SAW
hingga penghimpunan penulisan wahyu tersebut tidak ada sedikit pun jeda
kekosongan penyampaian, pengajaran dan periwayatannya dari generasi ke generasi
secara mutawatir, sehingga otentisitas Al-Qur’an sebagai wahyu tetap terjaga dan
terpelihara.
Berbeda dengan Bibel misalnya,
yang penghimpunan penulisannya dilaksanakan setelah ratusan tahun dari zaman
Nabi ‘Isa AS, dan sejak awal pewahyuan Injil kepada Nabi ‘Isa AS hingga zaman
penghimpunan penulisan telah terjadi jeda kekosongan penyampaian, pengajaran
dan periwayatannya dari generasi ke generasi. Sehingga penghimpunan penulisan
Bibel hanya bersandar kepada “manuskrip” yang tertulis dalam bentuk papirus,
skroll, dan sebagainya. Itulah sebabnya, penelitian manuskrip Bibel menjadi
keniscayaan untuk membuktikan keasliannya. Itu pula sebabnya, kenapa para
Orientalis tidak ada pilihan lain kecuali harus mengkritisi Bibel melalui
Metodologi Hermeneutika untuk meneliti keasliannya.
AL-QUR’AN PRODUK BUDAYA
Kaum Liberal menyatakan bahwasanya
sejak awal Al-Qur’an diturunkan kepada Muhammad hingga wafatnya, selama lebih
kurang 23 tahun, Al-Qur’an telah berinteraksi dengan merespon dan mengakomodir
realitas dan budaya masyarakat Arab, sehingga Al-Qur’ an tidak bisa melepaskan
diri dari kungkungan realitas dan budaya yang ada di masa itu. Karenanya,
Al-Qur’an adalah “Teks” yang dilahirkan oleh realita dan diproduksi oleh
budaya. Inilah bentuk lain “onani pemikiran” hasil khayalan kaum Liberal.
Andaikata Al-Qur’an produk budaya
karena terbentuk dalam realitas dan budaya, maka semestinya Al-Qur’an
menghalalkan apa yang dihalalkan masyarakat Arab Jahiliyyah tempat dimana
Al-Qur’an diturunkan, seperti : kemusyrikan, perjudian, khamar, riba dan wa’dul
Banaat (mengubur hidup-hidup anak perempuan). Namun kenyataannya, Al-Qur’an
menentang dan mengharamkan itu semua. Justru masyarakat Arab Jahiliyyah
memandang Al-Qur’an saat diturunkan sebagai sesuatu yang aneh dan asing, karena
bertentangan dengan realita dan budaya mereka. Bahkan mereka menuduh Rasulullah
SAW sebagai orang gila yang ingin melawan realita dan budaya yang sudah berurat
berakar di tengah masyarakat Arab selama berabad-abad.
Jadi, Al-Qur’an bukan produk
budaya Jahiliyyah atau produk budaya apa pun, karena Al-Qur’an bukan
kesinambungan dari budaya mana pun ketika itu. Justru Al-Qur’an memproduk
budaya baru yang mengharamkan segala bentuk kemusyrikan, kesesatan, kezaliman,
kema’siatan dan kemunkaran. Al-Qur’an melahirkan budaya baru yang berakhlaqul
karimah, terhormat dan bermartabat. Kesimpulannya, bukan Budaya yang jadi
sumber Al-Qur’an, tapi sebaliknya justru Al-Qur’an yang jadi sumber budaya
agung dan luhur.
AL-QUR’AN PRODUK BAHASA
Kaum Liberal berkhayal bahwa Tuhan
punya bahasa tersendiri yang tidak dipahami manusia, sedang bahasa Arab adalah
bahasa manusia bukan bahasa Tuhan. Lucunya, kaum Liberal sendiri tidak pernah
tahu bahasa apa dan bagaimana yang mereka maksud dengan bahasa Tuhan. Lalu dari
onani khayalan tersebut, kaum Liberal menyatakan bahwa Allah menurunkan
Al-Qur’an dengan bahasa Tuhan yang tidak dipahami manusia, lalu Muhammad
menerjemahkannya ke dalam bahasa Arab agar dipahami oleh manusia.
Karenanya, kaum Liberal meyakini
adanya intervensi bahasa manusia dalam pembentukan Al-Qur’an, apalagi penulisan
Al-Qur’an dalam bentuk “Rasm Utsmani” memungkinkan dibaca dengan beberapa
bacaan (qiraat), sehingga Al-Qur’an menjadi “Teks Bahasa” yang tunduk kepada
kaidah dan karakteristik bahasa tersebut, baik lisan mau pun tulisan.
Dalam aqidah umat Islam bahwasanya
Allah SWT Maha Berkehendak, dan dengan bahasa mau pun tanpa bahasa, kehendak
Allah SWT pasti berlaku. Allah SWT tidak membutuhkan bahasa, karena bahasa
adalah makhluq ciptaan-Nya dan Allah SWT tidak bergantung kepada makhluq
ciptaan-Nya. Allah SWT telah berkehendak menurunkan Al-Qur’an dalam bahasa Arab
untuk menyampaikan aturan-Nya kepada umat manusia agar dipatuhi dan ditaati.
Dan Al-Qur’an sejak awal diturunkan kepada Rasulullah SAW sudah berbahasa Arab
sesuai dengan kehendak Allah SWT yang berada di atas segala kehendak, sehingga
tidak ada intervensi bahasa manusia mana pun terhadap Al-Qur’an sebagaimana
dikhayalkan kaum Liberal.
AL-QUR’AN PRODUK SEJARAH
Kaum Liberal menilai bahwasanya
Al-Qur’an yang diturunkan pada abad ke-7 Miladi, terikat kuat dengan realitas,
budaya dan bahasa yang merupakan bagian daripada “Fenomena Historis” masa itu,
sehingga Al-Qur’an hanya merupakan produk sejarah yang merekam situasi adat
budaya masyarakat Arab di abad tersebut. Karenanya, ke depan Al-Qur’an perlu
mengadaptasi dengan perkembangan sejarah selanjutnya. Fakta membuktikan
bahwasanya Al-Qur’an tidak terikat dan tidak dipengaruhi “Fenomena Historis”
daripada realitas, budaya dan bahasa masyarakat Arab abad ke-7 Miladi.
Buktinya, Al-Qur’an bukan hanya merekam sejarah di masa turunnya, tapi juga
sejarah masa lalu di luar wilayah turunnya, bahkan masa akan datang yang jauh
dari jangkauan realitas, budaya dan bahasa masyarakat Arab Jahiliyyah. Ratusan
ayat Al-Qur’an mengisyaratkan secara menakjubkan berbagai informasi pengetahuan
ilmiah yang faktanya baru terungkap di abad modern, seperti yang terkait
Astronomi, Geologi, Biologi dan Embriologi. Jadi, Al-Qur’an bukan produk
sejarah, bahkan bersifat Transhistoris yaitu melampaui historisitasnya sendiri.
E.
Perbandingan
antara Islam dan Liberalisme
·
Aqidah
Liberalisme
beraqidah sekular, sedangkan Islam tidak beraqidah sekular
·
Sistem kehidupan yang terpancar
darinya:
Islam
menuntun kehidupan dengan sistem-sistem yang lahir dari Agama Islam itu
sendiri. Aturan Islam datang dari Allah swt. Liberalisme melahirkan
aturan-aturan yang tidak berlandaskan agama sama sekali.
·
Tentang kebebasan beragama:
Islam
mengajarkan bahwa agama di sisi Allah hanyalah Islam. Liberalisme mengajarkan
bahwa agama tidak perlu dipersoalkan. Agama adalah urusan individu. Setiap
Individu bebas memilih agama apapun.
·
Tentang kebebasan berpendapat:
Tidak ada
kebebasan berpendapat dalam Islam, kecuali dalam hal-hal yang mubah. Oleh
karena itu Musyawarah dalam Islam hanya dalam persoalan mubah. Hal ini berbeda
sama sekali dengan Liberalisme. Liberalisme membebaskan berpendapat apa saja
dalam seluruh persoalan, karena setiap individu dijamin bebas berpendapat.
·
Tentang kebebasan berperilaku
Syari’at
Islam mengikat setiap perbuatan manusia. Setiap perbuatan manusia harus terikat
dengan hukum Syari’at. Hal ini beda sama sekali dengan Liberalisme, dimana ia
membebaskan setiap Individu untuk berbuat apa saja asalkan tidak merugikan hak
individu lain.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari paparan ide dasar
baik Islam maupun Liberalisme tersebut di atas, jelas sekali bahwa antara Islam
dan Liberalisme, tidak ada kaitannya sama sekali, dan tidak perlu
dikait-kaitkan. Mengaitkan dua hal yang bertentangan adalah tindakan yang
bodoh. Apalagi hasil kaitan yang di reka-reka tersebut disebar luaskan untuk
bisa diikuti umat. Jelas ini merupakan aktivitas yang membodohi umat. Perlu
diwaspadai gerakan-gerakan yang mengatasnamakan Islam, pembaharuan Islam, akan
tetapi sesungguhnya adalah penghancuran terhadap Islam dari dalam.
Jika kita telusuri
lebih jauh maka kita akan temukan banyak sekali pandanagan yang memang
sangatlah bertentangan dengan Islam. Para tokoh Islam Liberal pun berusaha keras
untuk mengoyahkan Iman Umat Islam, karena memang itulah tujuan orang-orang
kafir sejak zaman dahulu.
Islam memang tak
melarang manusia untuk berpikir, namun pikirkanlah apa yang bermanfaat, bukan
untuk memikirkan hal yang dapat menentang keAbsolutan yang haq, baik itu zat
Allah, Al-Qur’an, kenabian, syariat, sunnah, dan begitu banyak pemikiran mereka
yang menentang apa yang telah nyata kebenarannya.
Jaringan Islam Liberal merupakan gerakan para intelektual
islam yang menginginkan adanya reinpretasi dalam agama, mereka terpengaruh
dengan dunia barat, tempat dimana mereka mengembangkan ilmu. Adanya isu-isu yang
diangkat oleh jaringan ini bertujuan untuk membumikan Al-Qur’an. Namun
pemikiran yang bertujuan baik akan menimbulkan hal yang negatif jika pemikiran
tersebut sampai menimbulkan kerancuan dalam berpikir.
Berfikir adalah salah satu anjuran dalam islam, karena dia
adalah pintu gerbang pengetahuan, dan salah satu wasilah seorang hamba untuk
mengetahui bukti-bukti akan adanya Sang Maha Pencipta lagi Maha Perkasa, yang
menjadikan hambanya semakin bertambah keimanan dan ketaqwaannya. Namun berfikir
pula dapat menjadikan seorang hambanya tersesat dari jalanNya,
Allah SWT berfirman: "Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil sebagai wali' (pemimpin,
teman kepercayaan, panutan) orang-orang yang membuat agamamu jadi buah ejekan
dan permainan."(Al-Mâidah:57)
B.
Saran
-
Bidang Dakwah
Dakwah
Islamiah salafiyyah adalah penawar dari segala racun, obat dari segala penyakit
dan senjata ampuh untuk melawan segala musuh agar manusia takluk dan tunduk
dengan dakwah yang disampaikannya
-
Bidang hukum
Menindak
para penebar virus liberal yang merusak bangsa dan agama itu ke pengadilan
(jika memang ada pengadilan dan keadilan), untuk menerima hukuman
DAFTAR
PUSTAKA
Legenhausen, Muhammad.
2002. Satu Agama atau Banyak Agama. Jakarta:
Lentera.
Qodir, Zuly. 2003. Islam Liberal.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sjafril, Akmal. 2000. Islam Liberal 101. Jakarta: Afnan
Publishing.
Taufiq, Ahmad.2005. Perkembangan Islam Liberal. Jakarta :
Gramedia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar