Minggu, 19 Juni 2016

Manusia Perahu Pinggiran Jakarta

Manusia Perahu Pinggiran Jakarta
Oleh: Dedy Syahputra

Ditengah kerasnya kehidupan Ibukota, kaum-kaum pinggiran Jakarta masih saja menjadi pusat penggusuran Ibukota demi kepentingan kelompok para elit. Konsep kawasan wisata internasional, melibatkan masyarakat pinggiran untuk memberikan lahan mereka kepada Pemprov DKI Jakarta dalam menjunjung nasionalisme. Masyarkat hanya pasrah saat melihat rumahnya dirobohkan dengan alat berat oleh Pemprov DKI Jakarta. Meski sempat melawan, warga tak berdaya dengan banyaknya jumlah personel yang menghalau aksi mereka.
Pengamat Sosial dari Universitas Ibnu Khaldun, Musni Umar menilai bahwa penertiban atau penggusuran yang dilakukan pemerintah sangat merugikan masyarakat di kawasan pemukiman Pasar Ikan. Pasalnya, sebagian besar masyarakat yang hidup di sana berprofesi sebagai nelayan dan menggantungkan hidupnya dengan laut.
Penulis beranggapan bahwa pemindahan yang diberikan pemprov DKI Jakarta yakni Rusunawa Marunda, Jakarta Utara dan Rusunawa Rawa Bebek, Cakung, Jakarta Timur. Lokasi Rusunawa di Rawa Bebek amatlah jauh dari laut sehingga menyulitkan mereka untuk mencari usaha lain. Sebab, kehidupan sehari-hari mereka di pinggir pantai, sekarang dijauhkan ke arah yang jauh dari pantai. Padahal mata pencaharian warga pasar ikan adalah nelayan. Hal Ini sangat menyengsarakan mereka untuk beradaptasi dengan lingkungan baru, bahkan kehidupan ekonomi mereka pun jadi terganggu

Manusia Perahu
Timbulnya manusia perahu disudut pinggiran Ibukota dari revitalisasi wisata internasional yang berada di kampung Aquarium pasar ikan. Perahu para nelayan tradisional di Kawasan Pasar Ikan, Luar Batang, Jakarta Utara, terlihat tidak lagi seperti biasanya. Setelah penggusuran, nelayan-nelayan dari Kawasan Pasar Ikan Luar Batang, RW 04, Kelurahan Penjaringan, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara tak lagi melaut. warga merasakan pahitnya menjadi korban tergusur. Mereka terpaksa saling berimpitan satu sama lain di perahu kecil miliknya. Dari kasur, lemari sampai dengan keluarganya tidur di atas kapal-kapal yang seharusnya untuk melaut menangkap ikan. Kapal tersebut pun tidak digunakan sebagaimana mestinya, seperti layaknya kapal pencari ikan.
Menurut  Sampra salah seorang nelayan (53 tahun) mengatakan tumpukan perabotan rumahnya terpaksa ditaruh di atas kapal tradisional dan keluarga tidur di kapal.Sampra menuturkan, dia memang telah mendapatkan rumah susun (rusun) Marunda. Namun kondisinya sangat memperihatinkan, ditambah lagi kamar rusun yang bocor parah. Puluhan warga memilih menjadi 'manusia perahu' di Luar Batang, Jakarta Utara. Mereka menolak pindah ke Rusun, dan memilih menetap di perahu. Menurut sebagian warga masyarakat pasar ikan, pemindahan ke rusun memang gratis namun cuma tiga bulan saja, setelah itu masyarakat harus membayarnya kembali.
Ahok mengatakan, warga yang disebut sebagai "Manusia Perahu" tersebut akan menyingkir dengan sendirinya. Sejumlah "Manusia Perahu" tersebut berniat untuk menduduki lahan usai pembangunan sheet pile atau dinding turap beton selesai nantinya. "Dia bukan mau tinggal di perahu, dia lagi mau ngintai. Nanti kalau udah sheet pile selesai, dia mau injek lagi di atas,"
Penertiban dan penggusuran menjadikan taraf kehidupan masyarakat bertambah meningkat, mereka yang dahulu bisa menghirup udara lebih lega dan menjual tangkapan ikan di pasar, kini mereka hanya bisa terdiam melihat reruntuhan bangunan. Semakin banyak penggusuran yang dilakukan oleh Pemprov DKI, semakin banyak masyarakat Jakarta yang tidak memiliki rumah. Pengalokasian ke rusun bukan menjadi suatu saran yang baik bagi masyarakat, mereka ingin mempunyai rumahnya kembali. Sebab apabila masayarakat tinggal dirusun, setiap bulan mereka harus membayar, jika punya rumah kan tidak bayar.
Bakal calon Gubernur DKI Jakarta dari PKS Muhamad Idrus mengatakan langkah Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta yang menggusur kawasan Luar Batang dan Pasar Ikan, seharusnya lebih memperhatikan warga pinggirian. Jangan terus menerus menghabisi masyarakat lemah. Apalagi mengusir orang-orang pinggiran Jakarta yang merupakan salah satu penopang ekonomi masyarakat. Idrus meminta Pemrov DKI untuk menghentikan penggusuran tersebut. Sebab, jika dilakukan secara massif dan terstruktur dampaknya akan hilang sumber pendapatan masyarakat. Akibatnya daya beli akan menurun dan berdampak pada inflasi terhadap saudara kita di bawah garis kemiskinan.
Penggusuran pasar Ikan di Kampung Luar Batang, Jakarta Utara, oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta diduga kuat memiliki kaitan erat dengan kepentingan bisnis para perusahaan pengembang raksasa. penggusuran Pasar Ikan seolah menjadi pembuka akses jalan menuju kompleks apartemen mewah Pluit Sea View (PSV) yang dibangun oleh PT Binakarya Propertindo. Keberadaan pemukiman warga di pasar ikan tampaknya dianggap mengganggu pemandangan dan menghalangi jalan ke apartemen itu, sehingga Pemprov DKI menilai kawasan miskin ini layak digusur.
Jika melihat peta yang ada, posisi PSV memang berada tepat di sebelah utara Pasar Ikan dan Masjid Jami' Keramat Luar Batang. Dengan melakukan penggusuran, Pemprov DKI Jakarta sama saja artinya membuat jalan penghubung dari arah  selatan menuju kompleks apartemen megah tersebut. Data penggusuran dari fakta yang ada, tahun 2013: 17533 jiwa, tahun 2014: 15931 jiwa dan tahun 2015: 28572 jiwa orang miskin digusur dari Jakarta.
Dari data di atas penulis beranggapan, penggusuran yang dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta di Kampung Pulo, Kali Jodo, Kampung Luar Batang, Pasar Ikan merupakan kawasan yang ilegal bangunan, namun dewasa ini dipenuhi oleh bangunan-bangunan mewah, Begitu juga kawasan Pantai Indah Kapuk (PIK), Pluit dan Kawasan Reklamasi Pantai Jakarta. Ini menjadi suatu alasan bahwa Ahok sadar betul jika warga miskin tidak akan memilihnya. Maka pas jika Ahok akan membumi hangus warga miskin dari Jakarta. Agar warga miskin tidak bisa menggunakan hak pilihnya pada Pilkada Jakarta dan Ahok tidak suka pada orang miskin di Jakarta.

Keterlibatan Militer
Penggusuran warga di Pasar Ikan Jakarta Utara, melibatkan peran militer, TNI sebagai seorang militer pertahanan Negara ikut cawe-cawe dalam merelokasi Pasar Ikan. Peranan militer yang tidak pada tempatnya berhadapan dengan rakyat sendiri, sebab bukan tugas TNI dalam hal ini. Kita sempat melihat bagaiman represifnya penggusuran di Pasar Ikan. Bahkan , ibu-ibu dimarahi petugas Pemadam Kebakaran dan dibubarkan dengan gas air mata. Padahal, Indonesia punya Pancasila yang berpri kemanusiaan dan pri keadilan, karena penyelesaian menggunakan cara-cara represif sudah tidak pada tempatnya, seharusnya secara persuasif atau diajak berdialog.

Pengamat Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra mengaku tidak bisa berbuat apapun karena kios dan bangunan yang ditertibkan di Pasar Ikan jelas secara hukum merupakan milik pemprov di bawah PD Pasar Jaya. Namun, Yusril menyesalkan keterlibatan personil TNI dalam penertiban di kawasan Pasar Ikan,karena dinilai tidak sesuai dengan nilai-nilai reformasi. Di era reformasi seperti sekarang ini, tidak sepantasnya TNI dilibatkan. Mereka sudah memiliki tugas menangkal ancaman keamanan dari luar, bukan malah menertibkan bangunan yang digusur melainkan mengayomi masyarakat.***






Tidak ada komentar:

Posting Komentar