Manusia
Perahu Pinggiran Jakarta
Oleh:
Dedy Syahputra
Ditengah
kerasnya kehidupan Ibukota, kaum-kaum pinggiran Jakarta masih saja menjadi
pusat penggusuran Ibukota demi kepentingan kelompok para elit. Konsep kawasan
wisata internasional, melibatkan masyarakat pinggiran untuk memberikan lahan
mereka kepada Pemprov DKI Jakarta dalam menjunjung nasionalisme. Masyarkat
hanya pasrah saat melihat rumahnya dirobohkan dengan alat berat oleh Pemprov
DKI Jakarta. Meski sempat melawan, warga tak berdaya dengan banyaknya jumlah
personel yang menghalau aksi mereka.
Pengamat
Sosial dari Universitas Ibnu Khaldun, Musni Umar menilai bahwa penertiban atau
penggusuran yang dilakukan pemerintah sangat merugikan masyarakat di kawasan
pemukiman Pasar Ikan. Pasalnya, sebagian besar masyarakat yang hidup di sana
berprofesi sebagai nelayan dan menggantungkan hidupnya dengan laut.
Penulis
beranggapan bahwa pemindahan yang diberikan pemprov DKI Jakarta yakni Rusunawa
Marunda, Jakarta Utara dan Rusunawa Rawa Bebek, Cakung, Jakarta Timur. Lokasi
Rusunawa di Rawa Bebek amatlah jauh dari laut sehingga menyulitkan mereka untuk
mencari usaha lain. Sebab, kehidupan sehari-hari mereka di pinggir pantai,
sekarang dijauhkan ke arah yang jauh dari pantai. Padahal mata pencaharian
warga pasar ikan adalah nelayan. Hal Ini sangat menyengsarakan mereka untuk
beradaptasi dengan lingkungan baru, bahkan kehidupan ekonomi mereka pun jadi
terganggu
Manusia
Perahu
Timbulnya
manusia perahu disudut pinggiran Ibukota dari revitalisasi wisata internasional
yang berada di kampung Aquarium pasar ikan. Perahu para nelayan tradisional di
Kawasan Pasar Ikan, Luar Batang, Jakarta Utara, terlihat tidak lagi seperti
biasanya. Setelah penggusuran, nelayan-nelayan dari Kawasan Pasar Ikan Luar
Batang, RW 04, Kelurahan Penjaringan, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara tak
lagi melaut. warga merasakan pahitnya menjadi korban tergusur. Mereka
terpaksa saling berimpitan satu sama lain di perahu kecil miliknya. Dari kasur,
lemari sampai dengan keluarganya tidur di atas kapal-kapal yang seharusnya
untuk melaut menangkap ikan. Kapal tersebut pun tidak digunakan sebagaimana
mestinya, seperti layaknya kapal pencari ikan.
Menurut Sampra salah seorang nelayan (53 tahun)
mengatakan tumpukan perabotan rumahnya terpaksa ditaruh di atas kapal
tradisional dan keluarga tidur di kapal.Sampra menuturkan, dia memang telah
mendapatkan rumah susun (rusun) Marunda. Namun kondisinya sangat
memperihatinkan, ditambah lagi kamar rusun yang bocor parah. Puluhan warga
memilih menjadi 'manusia perahu' di Luar Batang, Jakarta Utara. Mereka menolak
pindah ke Rusun, dan memilih menetap di perahu. Menurut sebagian warga
masyarakat pasar ikan, pemindahan ke rusun memang gratis namun cuma tiga bulan
saja, setelah itu masyarakat harus membayarnya kembali.
Ahok
mengatakan, warga yang disebut sebagai "Manusia Perahu" tersebut akan
menyingkir dengan sendirinya. Sejumlah "Manusia Perahu" tersebut
berniat untuk menduduki lahan usai pembangunan sheet pile atau dinding turap beton selesai nantinya. "Dia
bukan mau tinggal di perahu, dia lagi mau ngintai. Nanti kalau udah sheet pile selesai, dia mau injek lagi
di atas,"
Penertiban
dan penggusuran menjadikan taraf kehidupan masyarakat bertambah meningkat,
mereka yang dahulu bisa menghirup udara lebih lega dan menjual tangkapan ikan
di pasar, kini mereka hanya bisa terdiam melihat reruntuhan bangunan. Semakin
banyak penggusuran yang dilakukan oleh Pemprov DKI, semakin banyak masyarakat
Jakarta yang tidak memiliki rumah. Pengalokasian ke rusun bukan menjadi suatu
saran yang baik bagi masyarakat, mereka ingin mempunyai rumahnya kembali. Sebab
apabila masayarakat tinggal dirusun, setiap bulan mereka harus membayar, jika
punya rumah kan tidak bayar.
Bakal calon
Gubernur DKI Jakarta dari PKS Muhamad Idrus mengatakan langkah Pemerintah
Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta yang menggusur kawasan Luar Batang dan Pasar
Ikan, seharusnya lebih memperhatikan warga pinggirian. Jangan terus menerus
menghabisi masyarakat lemah. Apalagi mengusir orang-orang pinggiran Jakarta
yang merupakan salah satu penopang ekonomi masyarakat. Idrus meminta Pemrov DKI
untuk menghentikan penggusuran tersebut. Sebab, jika dilakukan secara massif
dan terstruktur dampaknya akan hilang sumber pendapatan masyarakat. Akibatnya
daya beli akan menurun dan berdampak pada inflasi terhadap saudara kita di
bawah garis kemiskinan.
Penggusuran
pasar Ikan di Kampung Luar Batang, Jakarta Utara, oleh Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta diduga kuat memiliki kaitan erat dengan kepentingan bisnis para
perusahaan pengembang raksasa. penggusuran Pasar Ikan seolah menjadi pembuka
akses jalan menuju kompleks apartemen mewah Pluit Sea View (PSV) yang dibangun
oleh PT Binakarya Propertindo. Keberadaan pemukiman warga di pasar ikan
tampaknya dianggap mengganggu pemandangan dan menghalangi jalan ke apartemen
itu, sehingga Pemprov DKI menilai kawasan miskin ini layak digusur.
Jika
melihat peta yang ada, posisi PSV memang berada tepat di sebelah utara Pasar
Ikan dan Masjid Jami' Keramat Luar Batang. Dengan melakukan penggusuran,
Pemprov DKI Jakarta sama saja artinya membuat jalan penghubung dari arah selatan menuju kompleks apartemen megah
tersebut. Data penggusuran dari fakta yang ada, tahun 2013: 17533 jiwa, tahun
2014: 15931 jiwa dan tahun 2015: 28572 jiwa orang miskin digusur dari Jakarta.
Dari data di
atas penulis beranggapan, penggusuran yang dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta
di Kampung Pulo, Kali Jodo, Kampung Luar Batang, Pasar Ikan merupakan kawasan
yang ilegal bangunan, namun dewasa ini dipenuhi oleh bangunan-bangunan mewah,
Begitu juga kawasan Pantai Indah Kapuk (PIK), Pluit dan Kawasan Reklamasi
Pantai Jakarta. Ini menjadi suatu alasan bahwa Ahok sadar betul jika warga
miskin tidak akan memilihnya. Maka pas jika Ahok akan membumi hangus warga
miskin dari Jakarta. Agar warga miskin tidak bisa menggunakan hak pilihnya pada
Pilkada Jakarta dan Ahok tidak suka pada orang miskin di Jakarta.
Keterlibatan
Militer
Penggusuran
warga di Pasar Ikan Jakarta Utara, melibatkan peran militer, TNI sebagai
seorang militer pertahanan Negara ikut cawe-cawe
dalam merelokasi Pasar Ikan. Peranan militer yang tidak pada tempatnya
berhadapan dengan rakyat sendiri, sebab bukan tugas TNI dalam hal ini. Kita
sempat melihat bagaiman represifnya penggusuran di Pasar Ikan. Bahkan , ibu-ibu
dimarahi petugas Pemadam Kebakaran dan dibubarkan dengan gas air mata. Padahal,
Indonesia punya Pancasila yang berpri kemanusiaan dan pri keadilan, karena
penyelesaian menggunakan cara-cara represif sudah tidak pada tempatnya,
seharusnya secara persuasif atau diajak berdialog.
Pengamat
Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra mengaku tidak bisa berbuat apapun karena
kios dan bangunan yang ditertibkan di Pasar Ikan jelas secara hukum merupakan
milik pemprov di bawah PD Pasar Jaya. Namun, Yusril menyesalkan keterlibatan
personil TNI dalam penertiban di kawasan Pasar Ikan,karena dinilai tidak sesuai
dengan nilai-nilai reformasi. Di era reformasi seperti sekarang ini, tidak
sepantasnya TNI dilibatkan. Mereka sudah memiliki tugas menangkal ancaman
keamanan dari luar, bukan malah menertibkan bangunan yang digusur melainkan
mengayomi masyarakat.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar