Minggu, 19 Juni 2016

Mengapa Harus Tito

Mengapa Harus Tito
Oleh: Dedy Syhaputra

Belakangan ini, berita seputar pencalonan kepala kepolisian Indonesia menghiasi halaman rubrik politik hukum hingga menjadi headline pada beberapa media massa baik cetak maupun elektronik. Sejak adanya pemisahan Polisi Republik Indonesia (POLRI) dan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) yang dilakukan pada tahun 1999, menjadi tonggak baru pembentukan institusi kepolisian yang profesional dan modern. Posisi POLRI tidak lagi dibawah militer dan sejak saat itu POLRI memainkan peranan penting dalam hubungan dengan masyarakat sipil baik secara vertikal dan horizontal.
Mengakhiri spekulasi, pertengahan Juni Presiden Joko Widodo mengusulkan Komisaris Jenderal Tito Karnavian sebagai calon Kepala Polri menggantikan . Jenderal (Pol) Badrodin Haiti yang akan memasuki masa pensiun pada Juli 2016. Pertimbangan Presiden dalam memilih Tito Karnavian adalah untuk meningkatkan profesionalisme Polri sebagai pengayom masyarakat, terutama terhadap kejahatan luar biasa seperti terorisme, narkoba maupun korupsi sekaligus juga meningkatkan sinergi dengan penegak hukum lain.(Kompas, 16 Juni 2016)
Menurut Prof. Tjipta Lesmana, Langkah Jokowi bisa disebut gambling karena memilih Tito sangat berisiko, karena bagaimanapun senioritas tetap menjadi bagian sistem dan tradisi yang melekat di Polri. Secara tidak langsung pemilihan Tito yang melampaui lima generasi juga ”membusukkan” karier  dan ”kebanggaan” para perwira yang berada di lifting lebih senior. Padahal, mereka belum tentu kalah prestasi. Faktanya, seperti disampaikan Ketua Presidium Indonesia Police Watch Neta S Pane, dari 265 jenderal yang ada Jokowi hanya mengenal Tito.
Ekses dari anomali sistem dan tradisi yang dilakukan secara ekstrem dan terkesan penganakemasan terhadap satu orang perwira tentu akan menimbulkan guncangan. Bisa-bisa Tito malah teralienasi dari arus besar internal Polri yang tidak menganggap atau tidak menerima kepemimpinannya. Hal ini mungkin terjadi lantaran bagi mereka patuh atau tidak sama saja risikonya karena karier mereka sudah busuk dengan sendirinya. Namun, apakah langkah dan prosedur pemilihan calon Kapolri oleh Presiden akan terjadi sama seperti tahun lalu ?

Hak Prerogatif
Dalam prakteknya, kekuasaan Presiden RI sebagai kepala negara sering disebut dengan istilah “hak prerogatif Presiden” dan diartikan sebagai kekuasaan mutlak Presiden yang tidak dapat diganggu oleh pihak lain. Secara teoritis, hak prerogatif diterjemahkan sebagai hak istimewa yang dimiliki oleh lembaga-lembaga tertentu yang bersifat mandiri dan mutlak dalam arti tidak dapat digugat oleh lembaga negara yang lain. Dalam sistem pemerintahan negara-negara modern, hak ini dimiliki oleh kepala negara baik raja ataupun presiden dan kepala pemerintahan dalam bidang-bidang tertentu yang dinyatakan dalam konstitusi.
Konsep diatas menjelaskan bahwa Presiden memiliki peranan istimewa( prerogatif) yang penting dalam menetukan calon Petinggi Polri, jika kita lihat dari angkatan Tito masuk Akademi Polisi yang masih junior dengan para senoirnya seperti Wakil Kepala Polri Komjen Pol Budi Gunawan angkatan 1983, Irwasum Polri Komjen Pol Dwi Priyatno angkatan 1982, Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komjen Pol Budi Waseso angkatan 1984, Kalemdikpol Komjen Pol Syafrudin angkatan angkatan 1985  dan Kabareskrim Polri Komjen Pol Ari Dono Sukmanto angkatan 1985 Penunjukkan Komisaris Jenderal Tito Karnavian sebagai calon Kapolri merupakan wewenang dari konstitusi UU.

Tito
Irjen. Pol. Drs. H.M. Tito Karnavian, M.A., Ph.D. atau yang sering dipanggil Tito adalah sosok petinggi polisi muda berbintang tiga yang fenomenal di Polri.Nama Tito dikenal oleh masyarakat sejak beliau berhasil memimpin Tim Kobra dalam menangkap Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto, putra (mantan) Presiden Soeharto dalam kasus pembunuhan Hakim agung tahun 2001. Kemampuan intelektual itu yang lalu membawanya meroket. Dalam lingkungan seperti itulah, kemampuan akademik level Phd yang disandang Tito lalu dipertaruhkan untuk menjadikan Polri sebagai learning organization.
Sebutan itu menunjuk kualitas Polri yang mampu terus berubah seiring dengan perubahan di sekelilingnya atau bahkan dalam dirinya. Selian itu, Hebatnya Tito Karnavian, lulus di beberapa Universitas besar tanah air yang menjadi favorit hingga saat ini, seperti, lulus ujian Perintis untuk fakultas Kedokteran di Universitas Sriwijaya, Hubungan Internasional di Universitas Gadjah Mada, dan Sekolah Tinggi Akuntansi Negara, serta  Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. 

Namun yang dipilihnya saat itu adalah Akabri. Tito Karnavian lulus dari Akabri tahun 1987 dan menjadi Lulusan terbaik saat itu dan mendapat bintang Adhi Makayasa. Tito kemudian melanjutkan pendidikan tingginya di Universitas Exeter, Inggris tahun 1993 dan meraih gelar MA dalam bidang Police Studies. Tito Karnavian melanjutkan kembali pendidikan di Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK) di Jakarta tahun 1996 dan meraih Strata 1 dalam bidang “Police Studies”

Tak berhenti disitu,. Gelarnya yang panjang di dapat dari beberapa universitas, seperti dari Massey University Auckland di Selandia Baru tahun 1998 dalam bidang Strategic Studies, dan mengikuti pendidikan di Rajaratnam School of International Studies, Nanyang Technological University, Singapura, tahun 2008 sebagai kandidat PhD dalam bidang Strategic Studies. Maret 2013 ia menyelesaikan PhDnya dengan nilai excellent. Tito kembali menjadi polisi yang mendapat kenaikan pangkat luar biasa saat tergabung dalam tim Densus 88 Antiteror, yang melumpuhkan teroris Azahari Husin dan kelompoknya di Batu, Malang, Jawa Timur, 9 November 2005.

Pangkat Tito naik menjadi Kombes Pol.Densus 88 Antiteror juga berhasil menangkap puluhan tersangka yang masuk dalam DPO di Kecamatan Poso Kota, 2 Januari 2007. Tito dan sejumlah perwira Polri lainnya juga sukses membongkar konflik Poso dan meringkus orang-orang yang terlibat di balik konflik tersebut. Tito pun termasuk perwira yang bergabung dalam tim penumpasan jaringan terorisme pimpinan Noordin Mohammad Top tahun 2009. Selain itu, Tito mendapatkan banyak penugasan untuk pergi ke berbagai belahan dunia dari Asia, Amerika hingga Eropa.

Tantangan Tito
MenkoPolHukam Luhut Binsar Panjaitan mengatakan bahwa Tito harus memiliki moralitas, profesionalisme sebagai seorang polisi dalam menyelesaikan masalah- masalah yang berkembang sekarang ini diantaranya, Memastikan kondisi darurat kejahatan asusila terhadap anak dan perempuan berakir.  Kejahatan kekerasan asusila menduduki peringkat kedua tahun ini. Kasusnya makin mengenaskan, dan menimpa anak-anak. Debat mengenai apa penyebabnyamasih berlangsung.
Satu hal yang diharapkan melakukan perannya dengan benar adalah polisi, baik dalam menangani korban dengan empati maupun penuntasan kasus dan penuntutan dengan pasal yang memberikan hukuman berat. Mencegah, melindungi dan menghukum tindakan anarkistis terhadap kelompok minoritas dengan moto polisi sebagai pelindungi, pengayom dan melayani.
penanganan terorisme termasuk program deradikalisasi yang menjadi salah satu keberhasilan Polri. Bisa dikatakan penanganan kasus-kasus terorisme yang membuat Tito menonjol dalam tahun-tahun terakhir. Dia tidak hanya mumpuni memahami peta jaringan teroris di tanah air, dan bahkan terlibat dalam operasi lapangan. Tito juga mendalami peta jejaring terorisme kawasan dan global. Pola komunikasi makin canggih, termasuk memanfaatkan media sosial.

Meskipun pekerjaan rumah besar menangkap Santoso yang bersembunyi di Poso belum sukses, kemampuan polisi Indonesia menangkap teroris diakui dunia internasional. Penanganan terduga teroris masih menuai kritik, begitu juga program deradikalisasi. Masih ada kerja besar yang juga menunggu Tito, termasuk pengamanan pemilihan kepala daerah serentak pada Februari 2017. Besarnya ekspektasi publik atas dipilihnya Tito sebagai calon kapolri tergambar dari tiga trending topic di Twitter pada Rabu, 15 Juni, saat informasi pencalonannya diumumkan media. Apakah Tito Karnavian bisa memenuhi harapan itu?***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar